Dampak Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia -Bag. II
Pada pembahasan bagian sebelumnya : Dampak Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia -Bag. I. Kita sudah membahas bagaimana pengaruhnya terhadap politik pemerintahan
pribumi saat itu hingga berpengaruhnya terhadap masa sekarang ini. Berikutnya
pada artikel ini, akan menjelaskan sesuatu yang sama dengan sebelumnya
yakni Dampak Kolonialisme dan Imperialisme di Indonesia tetapi
dengan fokus tema Ekonomi.
B. Ekonomi
a. Masa Kekuasaan VOC
Dampak ekonomi pada masa ini erat kaitannya
dengan praktik eksploitasi oleh VOC di berbagai wilayah di kepulauan
Nusantara sejak 1605.
- Secara umum, praktik eksploitasi yang dijalankan VOC berupa penanaman paksa, penyerahan wajib, monopoli perdagangan, dan penyewaan pajak.
- Monopoli perdagangan VOC dipusatkan di Kepulauan Maluku dan Banten. Di Maluku, VOC memonopoli kegiatan perdagangan rempah-rempah. Adapun di Banten, VOC memonopoli kegiatan perdagangan lada.
- Praktik eksploitasi VOC juga berkaitan erat dengan kebijakan VOC, yaitu verplichte leverantie dan contingenten.
![]() |
Vereenigde Oost Indische Compagnie |
Ciri khas dari ekonomi yang dijalankan VOC adalah
monopoli dagang, khususnya rempah dan segala macam sejenisnya yang laku
di pasar Eropa. Untuk memaksimalkan hasil bumi yang dapat dijual,
tentunya VOC akan gencar melakukan eksploitasi untuk meningkatkan
penjualan dari rempah dan sejenisnya. Disebabkan hal tersebut, rakyat
Nusantara mendapat getah nya dimana manusia-manusia pribumi dijadikan
sebagai budak atau pekerja tanpa bayaran agar pendapatan dan penjualan
barang-barang VOC hasil bumi nusantara dapat meningkat.
b. Masa Pemerintahan Daendels
Dampak ekonomi pada masa ini adalah
perubahan sistem perekonomian tradisional menjadi sistem perekonomian
modern. Dalam sistem modern, tanah-tanah milik raja berubah status menjadi
tanah milik pemerintah kolonial.
- Perubahan status tanah menyebabkan petani wajib membayar pajak penjualan hasil bumi kepada pemerintah kolonial.
- Dampak ekonomi paling terasa pada masa ini adalah pembangunan jalan raya pos (Anyer–Panarukan). Di satu sisi, pembangunan jalan ini mempermudah akses perdagangan. Di sisi lain, pembangunan jalan raya pos juga memakan banyak korban jiwa.
![]() |
Meester in de Rechten Herman Willem Daendels |
Gaya ekonomi Willem Daendels dapat dikatan sebagai
perekonomian modern, dikarenakan aturan-aturan yang diterapkannya mengenai
jalannya sistem perekonomian tersebut mengacu pada sistem perekonomian yang
lebih terstruktur, terorganisir, dan bersifat ketetapan yang berdasar pada
peraturan sistem perekonomian suatu negara, seperti halnya UUD, ataupun
sejenisnya dan bukan merupakan hasil tunggal keputusan, kemauan pemimpin
tunggal saja.
c. Masa Pemerintahan Raffles
Upaya Raffles memberikan peluang ekonomi
yang didukung kepastian hukum usaha memunculkan kegiatan perdagangan bebas.
Kondisi tersebut didukung oleh penerapan sistem sewa tanah (landrent).
- Sistem sewa tanah yang diterapkan Raffles mendorong pemerintah kolonial menerapkan pajak tanah.
- Pada pelaksanaannya, sistem sewa tanah sangat memberatkan rakyat. Untuk membayar pajak atas sewa tanah, sebagian besar rakyat bergantung kepada rentenir Tionghoa. Dampaknya, rakyat terlilit utang dan harus kehilangan tanahnya kepada para rentenir Tionghoa.
Kebijakannya yang paling dikenal darinya
adalah Kebijakan Sewa Tanah ( land rent ) nya. Kebijakan ini mengacu
pada pandangannya mengenai status tanah sebagai faktor produksi. Menurut
Raffles, pemerintah adalah satu-satunya pemilik tanah yang sah. Oleh
karenanya, pribumi yang tak dapat membayar pajak sewa tanah tersebut harus
dengan terpaksa melakukan pinjaman kepada rentenir-rentenir Tionghoa untuk
membayar pajaknya dengan pemerintahan
d. Masa Pemerintahan Kolonial Belanda
Dampak ekonomi masa pemerintah kolonial
Belanda berkaitan erat dengan sistem tanam paksa (1830–1870) dan sistem
ekonomi liberal (open door policy).
- Kebijakan tanam paksa dan ekonomi liberal menyebabkan munculnya kota-kota pusat industri di Hindia Belanda.
- Kemunculan kota-kota tersebut diikuti dengan pembangunan jalur transportasi dan berbagai infrastruktur.
- Masyarakat pada masa kolonial Belanda juga mulai mengenal sistem perbankan modern.
![]() |
Johannes graaf van den Bosch |
Cultuurstelsel merupakan salahsatu kebijakannya yang paling berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia. Kebijakannya membuat rakyat nusantara kala itu tersiksa dengan pelaksanaannya yang tergolong tidak manusiawi. Kebijakan ini diatur agar rakyat nusantara menanami dan mengurusi ladang-ladang, tanah, dan kebun milik pemerintah Kolonial dengan barang-barang laku ekspor, contohnya saya rempah khas Nusantara, dengan imbalan atau upah yang teramat kecil. Walaupun begitu, sistem tanam paksa ini sesungguhnya tidak seharusnya dilaksanakan seperti hal itu. Dalam Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial-Ekonomi (1991) yang dikutip dari Lembar Negara (Staatsblad) No. 22 Tahun 1834 menyebutkan Sistem Tanam Paksa dijalankan dengan aturan sebagai berikut:
- Melalui persetujuan, penduduk menyediakan sebagian tanahnya untuk penanaman tanaman perdagangan yang dapat dijual di pasaran Eropa.
- Tanah yang disediakan untuk penanaman perdagangan tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
- Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman perdagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang dibutuhkan untuk menanam padi.
- Bagi tanah yang ditanami tanaman perdagangan dibebaskan dari pajak tanah.
- Apabila nilai hasil tanaman perdagangan melebihi pajak tanah yang harus dibayar, maka selisih positifnya harus diberikan kepada rakyat.
- Kegagalan panen menjadi tanggung jawab pemerintah.
- Penduduk desa mengerjakan tanah mereka dengan pengawasan kepala-kepala yang telah ditugaskan.
Itu berarti, apa yang dilaksanakan dari kebijakan tersebut adalah suatu penyimpangan dari yang seharusnya kebijakan itu diatur. Tentu saja hal tersebut dapat sangat merugikan rakyat nusantara.
Referensi:
Guru Sejarah Indonesia
Post a Comment